Pada artikel kali ini, Ito En akan mengupas seputar perkembangan teh untuk kalian para penggemar teh. Ini penting dan Kalian wajib tahu, supaya semakin dapat menikmati dan menghargai setiap tetes teh yang diminum. Yuk kita mulai!
Jadi, catatan kuno menunjukkan bahwa benih teh pertama kali ditanam di Jepang pada sekitar tahun 805 Masehi oleh dua orang Biksu: Saicho dan Kukai. Mengikuti metode yang mereka lihat dalam perjalanannya ke Tiongkok, China, mereka melihat daun-daun teh dicetak menjadi bentuk seperti balok-balok batu bata, untuk kemudian dikeruk sebagian dan ditaruh di dalam air panas pada saat ingin meminumnya.
Pada masa itu, kekaisaran sedang Saga berkuasa di Jepang. Kaisar Saga jatuh cinta pada teh dan mendorong penyebaran teh di Jepang, tetapi hal itu tidak terjadi sampai beberapa ratus tahun kemudian, seorang pendeta Buddha aliran Zen bernama Eisai mempromosikan teh di Jepang dengan membawakan tanaman teh kepada temannya, pendeta Myoe di Kyoto. Saat itulah produksi teh benar-benar berkembang pesat.
Nah, sekitar tahun 1190 Pendeta Myoe membawa tanaman teh ke berbagai lokasi termasuk ke Uji, nama sebuah lokasi di tenggara Kyoto, tempat di mana teh tumbuh dengan sangat subur. Wilayah ini secara iklim sangat cocok untuk produksi teh karena embun beku yang sangat terbatas, anginnya sejuk tetapi tidak kencang. Sampai hari ini daerah Uji masih dikenal akan kualitas daun tehnya yang sangat baik di produksi di sana.
Produsen teh mulai mengembangkan dan meningkatkan teknik produksinya untuk mengoptimalkan pertumbuhan, peneduhan dan penggilingan teh hijau yang paling baik. Diperkirakan bahwa teknik peneduhan (menaungi tanaman teh) diperkenalkan pada abad ke-16
Pada tahun 1738 Soen Nagatani memperkenalkan sebuah metode pengolahan teh hijau yang lebih baik. Ini menjadi metode produksi standar yang masih digunakan di seluruh Jepang hingga saat ini. Ide Soen Nagatani adalah memanaskan (steam) daun untuk menghentikan proses fermentasi – metode ini sekarang disebut sebagai Aosei Sencha. Metode Aosei Sencha ini memberikan warna yang lebih hijau dengan aroma yang sangat segar pada daunnya. Penemuan ini merupakan kunci untuk perkembangan teh yang lebih pesat lagi di Jepang, sekaligus memberikan identitas baru terhadap teh hijau Jepang dengan rasa yang unik dan berbeda dengan teh hijau yang dipanggang dari Cina (yang dikenal dengan sebutan kamairicha). Faktanya, lebih dari 80% teh hijau di Jepang diproduksi dengan metode ini, dan hasilnya sering kita dengar dengan sebutan Sencha.
Sebagai bangsa yang inovatif, seperti halnya dalam bidang teknologi otomotif dan elektronik di era 1950 an, di bidang ini pun sejak penemuan Aosei Sencha oleh Soen Nagatani di tahun 1738, Jepang masih terus menyempurnakan produksi teh hijau selama bertahun-tahun, sehingga sekarang tersedia kualitas teh hijau yang sangat beragam. Jumlah produsennya juga terus meningkat dan standarnya pun sangat bervariasi antara satu produsen dengan produsen yang lain. Tidaklah mengherankan bila Jepang disebut negerinya teh hijau, dan ITO EN sebagai produsen teh hijau bangga menjadi bagian dari tradisi berabad-abad ini dan bahkan dikatakan perusahaan teh hijau terbesar di Jepang.